Minggu, 15 November 2009

THARIQAT

Kalau jalan menuju arah kesempurnaan yang pertama adalah syari’at, maka pintu kedua yang harus dibuka dan harus dilalui adalah thariqat. Ibarat sebuah tangga, syari’at adalah anak tangga pertama dan thariqat adalah anak tangga kedua. Thariqat tidak bisa dilalui dan pintunya tak akan pernah terbuka sebelum melalui dan membuka pintu pertama, yaitu Syari’at.

Di dalam kitab “Hakikat Thariqat Naqsyabandiah” yang disusun oleh H.A. Fuad Said dijelaskan Thariqat menurut bahasa artinya “jalan (way)”, “cara (methode)”,”suatu sistem kepercayaan (system of belief)”, “garis”, “kedudukan”, dan “agama”.

Kata “thariqat” disebutkan Allah dalam Al-Qur’an sebanyak 9 (sembilan) kali, dengan mengandung beberapa arti ,diantaranya sebagai berikut :

1) Q.S. An-Nisa’ 168 :

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.”

2) Q.S. An-Nisa’ 169 :

“Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

3) Q.S. Thaha 63 :

“Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.”

Ayat ini menerangkan kedatangan Nabi Musa as dan Harun ke Mesir, akan menggantikan bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebagian ahli tafsir mengartikan “thariqat” dalam ayat ini dengan “keyakinan” (agama). Menurut Ibnu Manzhur (630-711 H) dalam kitabnya “Lisanul Arab” jilid 12 , arti “thariqat” dalam ayat itu adalah “ar-rijalul asyraf” bermakna “tokoh-tokoh terkemuka”.

Jadi ayat itu berarti, kedatangan Nabi Musa as dan Harun as ke Mesir adalah untuk mengusir kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan jamaah atau tokoh-tokoh terkemuka kamu.

Lebih jauh Ibnu Manzhur menyatakan “hadza thariqatu qaumihi” artinya “inilah tokoh-tokoh pilihan kaumnya”.

Al-Akhfasy menyatakan “bithariqatikumul mustla” artinya “dengan sunnah dan agama kamu yang tinggi.”

“Thariqat berarti juga “al-khaththu fis-syai-i” artinya “garis pada sesuatu”.

“Thariqatul baidhi” artinya “garis-garis yang terdapat pada telur.”

“Thariqatul romal” artinya “sesuatu yang memanjang dari pasir – ma imtadda minhu.”

“Al-Laits menyatakan “thariqat” ialah “tiap garis di atas tanah, atau jenis pakaian, atau pakaian yang koyak-koyak.

Menurut Tafsir “Al-Jamal” juz 3, “bithariqatikumul mutsla” dalam Surat Thoha ayat 63 diatas , artinya “biasyrafikum” bermakna “dengan orang terkemuka kamu”. Kata “Thariqat” itu dipergunakan untuk tokoh-tokoh terkemuka, karena mereka itu menjadi ikutan dan panutan orang banyak, sebagaimana diartikan juga oleh Abu As-Su’ud.

Dalam “Mukhtarus Shihhah”, disebutkan wathariqatul qaumi ialah amatsiluhum dan jiaduhum artinya orang-orang besar dan terbaik di antara mereka.

“At-Thariqatu” diartikan juga “syariful qaumi” bermakna tokoh terhormat sesuatu kaum.

Didalam Tafsir Ibnu Katsir juz 3 dijelaskan bahwa kalimat “bi thariqatikumul mutsla” itu dengan “wa hia assihru, artinya adalah sihir.”

Ibnu Abbas r.a mengartikannya dengan “kerajaan yang mana mereka berdomisili dan mencari kehidupan di dalamnya.”

As-Sya’bi menafsirkannya dengan “Harun dan Musa memalingkan perhatian orang banyak kepada mereka.”

Mujahid mengartikannya dengan “orang-orang terkemuka, cerdas dan lanjut usia di antara mereka.”

Abu Shaleh mengartikannya dengan “orang-orang mulia di antara kamu.”

Ikrimah mengartikannya dengan “orang-orang terbaik di antara kamu.”

Qatadah menyatakan “bithariqatikumul mutsla” mereka pada masa itu adalah Bani Israil.”

Abdur Rahman bin Zaid mengartikannya dengan “billadzi antum ‘alaihi” artinya “dengan yang kamu berada di atasnya.”

Didalam Tafsir Al-Kahzin juz 3, menafsirkan ayat itu dengan “yudzhiba bi sunnatikum wa bi dinikum alladzi antum ‘alaihi.”

“Keduanya yakni Musa dan Harun akan melenyapkan sunnah dan agama yang kamu anut.”

Didalam Tafsir Al-Baghawi juz 4, dijelaskan bahwa orang Arab menyatakan “fulanun alat thariqatul mutsla” maksudnya ialah “ala shirathin mustaqim”, berarti “si Anu berada di atas jalan yang lurus.”

4) Q.S. Thoha 77 :

“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)".”

Kata-kata “thariqat” dalam ayat itu berarti “jalan” di laut dan terbelahnya Lautan Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut-pengikutnya. Peristiwa itu terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya.

5) Q.S. Thoha 104 :

“Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja".”

Adapun yang dimaksud dengan “lurus jalannya” dalam ayat itu ialah orang yang agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang-orang berdoa itu.

6) Q.S. Al-Ahqaf 30 :

“Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”

7) Q.S. Al-Mukminin 17 :

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).”

8) Q.S. Al-Jin 11 :

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.”

Al-Farra’ mengartikan “kunna thariqa qidada” dalam ayat itu dengan “kunna firaqan mukhtalifah” bermakna “adalah kami beberapa kelompok yang berbeda-beda.”

9) Q.S. Al-Jin 16 :

“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).”

Kata “thariqat” dalam ayat itu berarti “agama Islam.”

Demikian beberapa makna kata “thariqat” dalam segi bahasa ( lughah ).

Thariqat Menurut Kalangan Sufi

Adapun “thariqat” menurut istilah ulama Tasawwuf diantaranya sebagai berikut :

a. “Thariqat”adalah suatu jalan untuk menuju kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih, dan Tasawwuf.

b. “Thariqat”adalah cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sesuatu tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas baik menurut bahasa ataupun menurut istilah ulama Sufi, maka jelaslah bahwa thariqat adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawwuf.

Atau thariqat ialah suatu sistem (metode) untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan, dalam keadaan mana seseorang dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya (ainul bashirah).

Sebagaimana pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra. kepada Rasulullah SAW : “Manakah thariqat yang sedekat-dekatnya mencapai Tuhan ? dijawab oleh Rasulullah SAW : Tidak lain daripada dzikir kepada Allah (dzikrullah).”

Oleh karena thariqat adalah merupakan jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka didalam thariqat sebenarnya berisikan tentang riyadhah-riyadhah atau amalan-amalan yang harus dikerjakan dan bukan berisikan tentang ajaran yang mengkaji secara falsafi tentang tasawwuf.

Namun demikian suatu thariqat yang diakui syah oleh ulama harus mempunyai lima dasar ; pertama, menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah Tuhan; kedua, mendapingi guru dan teman sethariqat untuk meneladani; ketiga, meninggalkan rukhsah dan ta’wil untuk kesungguhan; keempat, mengisi waktu-waktu dengan do’a dan wirid; dan kelima, mengekang hawa nafsu daripada berniat salah dan untuk keselamatan. Begitulah yang dijelaskan oleh Prof. H.Aboe Bakar Aceh dalam kitabnya yang berjudul “Pengantar Ilmu Thariqat”. Selain itu tentunya suatu thariqat harus mengacu kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, atau dengan kata lain harus tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

BEBERAPA NAMA THARIQAT DAN PENGARUHNYA

Pada masa permulaan Islam hanya terdapat dua macam thariqat, yaitu :

1) Thariqat Nabawiah, yaitu amalan yang berlaku di masa Rasulullah SAW, yang dilaksanakan secara murni dan langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Thariqat ini dinamakan juga dengan “Thariqat Muhammadiah”.

2) Thariqat Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa Sahabat dan Tabi’in, dengan maksud memelihara dan membina Syari’at Rasulullah SAW. Dinamakan juga “Thariqat Salafus Saleh”.

Kemudian sesudah abad ke-2 H, thariqat Salafiah mulai berkembang secara kurang murni. Ketidak murniannya itu antara lain disebabkan pengaruh filsafat dan alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat Yunani, India dan Tiongkok, sehingga pengamalan thariqat Nabawiah dan Salafiah telah bercampur aduk dengan filsafat.

Sejumlah kitab-kitab filsafat asing di salin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Sesudah abad ke-2 H itu juga muncullah thariqat Sufiah yang diamalkan oleh orang-orang Sufi, dengan melalui empat tingkat atau tahapan yaitu Syariat, Thareqat, Hakikat, Ma’rifat.

Orang Sufi menganggap bahwa Syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata). Thariqat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan Hakikat untuk memperbaiki segala rahasia yang ghaib-ghaib.

Tujuan terakhir dari perjalanan ahli Sufi ialah ma’rifat, yakni mengenal hakikat Allah, Dzat, Sifat, dan perbuatan-Nya.

Orang yang telah sampai ke tingkat ma’rifat, dinamakan Wali, dan biasanya Allah karuniakan kepadanya kemampuan luar biasa (khariqul-lil’adah) yang disebut “keramat”. Terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal manusia, baik di masa hayatnya maupun sesudah matinya.

Gerakan thariqat baru menonjol dalam dunia Islam pada abad ke XII M, sebagai lanjutan dari kegiatan kaum Sufi terdahulu.

Kenyataan ini dapat ditandai dengan setiap silsilah thariqat selalu dihubungkan dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh Sufi lainnya.

Setiap thariqat mempunyai Syeikh, kaifiat dzikir dan upacara rituil. Biasanya Syeikh atau Mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan “rumah suluk” atau “ribath”.

Mula-mula berkembang di Baghdad, Irak, Turki,Arab Saudi selanjutnya merambah ke Asia Tengah, Tibristan, kemudian sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India dan Tiongkok.

Kemudian pada abad ke XII itu muncul pula thariqat Rifa’iah di Maroko dan Aljazair, thariqat Sahrawadiah dan lainnya yang berkembang di Afrika Utara dan Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria.

Perkembangan itu begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi Khalifah, mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri Islam. Dan ada pula melalui pedagang-pedagang.

Organisasi thariqat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di dunia Islam, sebagaimana dikatakan H. R. Gibb dalam “An Interpretation of Islamic History”, bahwa sesudah direbutnya Khalifah oleh orang-orang Mongol pada tahun 1258 H, maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum Sufi.

Peranan ahli thariqat dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I (1299 – 1326 M) cukup besar. Demikian pula di Sudan, Afrika Utara dan Afrika Tengah, Tunisia dan di negeri kita Indonesia tempo dulu ahli thariqat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan Barat.

Dalam proses Islamisasi Indonesia, sebagian adalah atas usaha dari kaum Sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu pemimpin-pemimpin agama Islam di Indonesia bukanlah ahli-ahli Teology (Mutakallimin) dan ahli hukum (Fuqaha’), melainkan mereka adalah para syeikh-syeikh thariqat dan guru-guru suluk.

Salah seorang pemuka Thariqat Naqsyabandiah yang telah berjasa besar bagi perjuangan bangsa untuk merebut kemerdekaan, adalah Syeikh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Al-Indonesi (1811 – 1926) yang terkenal dengan panggilan “Tuan Guru Babussalam Langkat”; melengkapi namanya dengan “Rokan” karena ia berasal dari daerah Rokan Kabupaten Kampar Propinsi Riau; dinamakan dengan “Al-Khalidi” karena ia menganut thariqat priode Syeikh Khalid sampai pada masanya; dan dinamainya pula dengan “Naqsyabandi” karena ia menganut thariqat yang ajaran dasarnya berasal dari Syeikh Bahauddin Naqsyabandi. Pusaranya berada di desa Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara.

Ia adalah murid dari Syeikh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya selama 6 tahun di Mekkah. Sekembalinya ke tanah air, ia aktif mengajar agama dan thariqat di beberapa kerajaan, seperti wilayah kerajaan Langkat, Deli Serdang, Asahan Kualuh, Panai di Sumatera Utara, dan Siak Sri Indra Pura, Bengkalis, Tembusai, Tanah Putih Kubu di Propinsi Riau.

Sampai kini murid-muridnya tersebar luas di Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan thariqat Naqsyabandiah di luar negeri, telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan peribadatan, di Batu Pahat, Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan dan Thailand.

Di bawah ini beberapa nama-nama Thariqat dan pendirinya antara lain :

1) Thariqat Qadiriah didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani Al-Baghdadi. Thariqat ini salah satu thariqat sufiah yang paling giat menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Memiliki lima ajaran pokok dan memegang prinsip tasamuh (toleransi), karena Syeikh Abdul Qadir menegaskan kepada pengikutnya : “Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi seperti kita”. Adapun lima ajaran pokoknya adalah :

- Tinggi cita-cita,

- Memelihara kehormatan,

- Memperbaiki khidmat terhadap Allah,

- Melaksanakan tujuan yang baik,

- Memperbesarkan arti karunia nikmat Allah SWT,

Barang siapa yang tinggi cita-citanya, menjadi tinggilah martabatnya. Barangsiapa yang memeliharra kehormatan Allah, maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang memperbaiki khidmat, kepadanya wajib menerima rahmat. Barangsiapa yang berusaha mencapai tujuannya, makan selalu memperoleh hidayah. Barangsiapa membersarkan nikmat Allah dalam arti senantiasa bersyukur kepada-Nya, maka akan memperoleh tambahan nikmat yang dijanjijan Allah SWT.

Salah satu ucapan Syeikh Abdul Qadir Al-Jalani yang sangat berharga : “Jika terdapat dalam hatimu benci atau suka kepada seseorang, maka kembalikanlah amalnya kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika amalnya disukai al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kasihilah ia. Sebaliknya jika dibenci oleh al-Qur’an dan as-Sunnah maka bencilah dia, supaya anda tidak mengasihinya dengan hawa nafsu”.

Pengikut thariqat Qadiriah terbagai tiga :

1. Al-Qadiriah Al-Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouctou sebuah negeri di Sudan (Afrika Tengah), pusat perdagangan Sungai Negeria.

2. Al-Qadiriah, di wilayah padang pasir sebelah Barat yang dinamakan dengan “Ad-Dirar”.

3. Al-Qadiriah Al-Walatih, tersebar di wilayah Sudan Bagian Barat.

2) Thariqat Syadziliah didirikan oleh Syeikh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini Al-Idrisi.

Pokok-pokok yang mendasari ajaran thariqat ini adalah antara lain :

  • Taqwa kepada Allah lahir dan batin baik dalam keadaan sendiri ataupun dimuka umum,
  • Mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan,
  • Mengabaikan semua makhluk dalam keadaan disukai atau dibenci mereka (yakni:tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci),
  • Ridho dengan pemberian Allah baik sedikit atau banyak,
  • Kembali kepada Allah pada waktu susah dan senang.

Menurut thariqat ini pelaksanaan taqwa dilakukan dengan wara’ (menjauhi dari semua yang makruh, syubhat dan haram) dan istiqomah dalam mentaati semua perintah, pelaksanaan sunnah dengan penelitian amal dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan tidak hirau dengan makhluk dengan sabar dan tawakkal (berserah diri kepada Allah), pelaksanaan ridho terhadap pemberian Tuhan dengan hidup sederhana dan merasa puas dengan apa yang ada (Qana’ah), dan pelaksanaan kembali kepada Allah dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka.

Dan kesemuanya ini berpokok pada lima hal yaitu : semangat yang tinggi, berhati-hati dari yang haram atau menjaga kehormatan, baik dalam berkhidmat sebagai hamba, melaksanakan kewajiban, dan menghargai (menjunjung tinggi) ni’mat.

Maka siapa yang tinggi semangat pasti naik tingkat derajatnya. Dan siapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan siapa yang benar dalam ta’atnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya/kemulyaan-Nya. Dan siapa yang melaksanakan tugas kewajiban nya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan siapa yang menjunjung ni’mat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan ni’mat yang lebih besar.

Salah satu ucapan yang sangat berharga dari Syeikh Abu Hasan asy-Syadzili, adalah : “ Apabila dzikir terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh berkembang menurutkan hawa nafsumu, tertutup pintu berfikir untuk kemaslahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafiq tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan bagimu selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam pengamalannya”.

3) Thariqat Naqsyabandiah didirikan oleh Syeikh Bahauddin Syah Naqsyabandiah.

Prinsip-prinsip dari ajaran thareqat ini diantaranya :

  • Memegang teguh I’tiqad Ahlus Sunnah,
  • Meninggalkan rukhsah membiasakan kesungguhan,
  • Senantiasa bermuraqabah,
  • Meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah, Hudur (hadir) terhadap Tuhan,
  • Mengisi diri (tahalli) dengan segala sifat-sifat yang berfaedah dan ilmu agama,
  • Mengikhlaskan dzikir,
  • Menghindarkan kealpaan terhadap Tuhan,
  • Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW. Sedang syarat-syaratnya diatur sebagai berikut : I’tiqad yang sah, taubat yang benar, menunaikan hak orang lain, memperbaiki kezholiman, mengalah dalam perselisihan, teliti dalam adab dan sunnah, memilih amal menurut syari’at yang sah, menjauhkan diri daripada segala yang munkar dan bid’ah, dari pada pengaruh hawa nafsu dan daripada perbuatan yang tercela.

Didalam kitab Hakikat Thariqat Naqsyabandiah oleh H.A. Fuad said dijelaskan bahwa : Thariqat Naqsyaban diah, mempunyai ajaran dasar yang didasarkan atas amal perbuatan yang terdiri dari sebelas perkataan dari bahasa Persi; delapan berasal dari Syeikh Abdul Khalik Al-Ghajudwani dan tiga dari Syeikh Bahauddin Naksyaban diyah sendiri.

Adapun maksud yang delapan perkataan itu adalah ;

1. Huwasy dardan, ialah memelihara keluar masuknya napas dari pada kealpaan kepada Tuhan, sehingga hati itu selalu hadir dan ingat kepada-Nya. Sebab setiap keluar masuk napas yang hadir dan ingat kepada-Nya itu berarti hidup yang dapat menyampaikan kepada Allah. Sebaliknya setiap napas yang keluar masuk dengan alpa berarti mati yang menghambat jalan kepada Allah.

2. Nazhar barqadam, ialah orang yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat kearah kaki. Dan apabila duduk tidak memandang kekiri dan kekanan. Sebab memandang kepada aneka ragam ukiran dan warna dapat melalaikan orang dari mengingat Allah. Apalagi orang yang baru berada ditingkat permulaan, karena belum mampu memelihara hatinya.

3. Safar darwathan, ialah berpindah dari sifat-sifat manusia yang rendah kepada sifat-sifat malaikat yang tinggi.

4. Khalwat dar anjaman, ialah berkhalwat. Dan berkhalwat itu terbagi dua ;

a. Khalwat lahir, yakni orang yang bersuluk mengasingkan diri kesebuah tempat tersisih dari masyarakat ramai.

b. Khalwat batin, yakni mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesama makhluk.

5. Ya dakrad, ialah berdzikir terus menerus mengingat Allah, baik dzikir ismuzat (menyebut Allah, Allah), maupun dzikir nafi itsbat (laa ilaaha illallah), sampai yang disebut dalam dzikir itu hadir.

6. Baz kasyat, ialah sesudah menghela (melepaskan) napas orang yang berdzikir itu kembali munajat dengan mengucap kalimat yang mulia “Ilaahi anta maqshuudi waridhooka mathluubii” (Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridhoan Engkaulah yang aku cari). Sehingga terasa dalam qalbunya rahasia tauhid yang hakiki dan semua makhluk lenyap dari pandangannya.

7. Nakah dasyat, ialah setiap murid harus menjaga hatinya dari sesuatu yang melintas walau sekejap, karena lintasan atau getaran qalbu dikalangan ahli-ahli thariqat adalah suatu perkara besar.

8. Bad dasyat, ialah tawajjuh (menghadapkan diri) kepada Nur Zat Allah Yang Maha Esa, tanpa berkata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada Nur Zat Allah itu tiada lurus kecuali sesudah fana yang sempurna.

Kemudian tiga perkara yang berasal dari Syeikh Bahauddin Naqsyabandiah diantaranya adalah ;

1. Wuquf zamani, yaitu orang yang bersuluk memperhatikan keadaan dirinya setiap dua atau tiga jam sekali. Apabila ternyata keadaannya hadir beserta Allah, maka hendaklah ia bersyukur kepada-Nya. Kemudian ia mulai lagi dengan hadir hati yang lebih sempurna. Sebaliknya apabila keadaannya dalan alpa atau lalai, maka harus segera minta ampun dan tobat, serta hadir kepada kehadiran hati yang sempurna.

2. Wukuf ‘adadi, ialah memelihara bilangan ganjil pada dzikir nafi itsbat ; 3 atau 5 sampai 21.

3. Wukuf qalbi, ialah kehadiran hati serta kebenaran Allah, tiada tersisa dalam hatinya sesuatu maksud selain kebenaran Allah dan tiada menyimpang dari makna dan pengertian dzikir. Lebih jauh dikatakan bahwa hati orang yang berdzikir itu berhenti (wukuf) menghadap Allah dan bergumul dengan lafaz-lafaz dan makna dzikir.

4) Thariqat Tijaniah didirikan oleh Sayid Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif At-Tijani.

Thariqat Tijaniah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, menurut jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan tidak mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum Muslimin.

Dasar pokok dari thariqat ini adalah toleransi dengan baik menghadapi orang yang memusuhi mereka.

5) Thariqat Sanusiah didirikan oleh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi.

Dasar thariqat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya dari dunia sampai akhirat. Dan melatih pengikutnya supaya giat bekerja dan berusaha serta beribadat dengan memiliki akidah yang kokoh. Thariqat Sanusiah juga mengajarkan kepada pengikut-pengikutnya ketangkasan berkuda, memanah dan berbagai seni bela diri. Selain itu melatih kerajinan tangan seperti ; pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan bercocok tanam.

Pesan sebagian dari tokoh-tokoh Thariqat Sanusiah : “Jangan menghina seseorang, baik orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang kafir lainnya. Mungkin mereka lebih baik dari anda disisi Allah, sebab anda tidak tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya”.

Selain thariqat-thariqat tersebut diatas masih banyak lagi thariqat-thariqat yang lain diantaranya :

6)Thariqat Rifa’iah didirikan oleh Syeikh Ahmad bin Abu al-Hasan Ar-Rifa’i.

7)Thariqat Sahrawardiah didirikan oleh Syeikh Abu al-Hasan bin Al-Sahrawardi.

8)Thariqat Ahmadiah didirikan oleh Syeikh Ahmad Badawi.

9)Thariqat Maulawiah didirikan oleh Syeikh Maulana Jalaluddin Ar-Rumi.

10) Thariqat Haddadiah didirikan oleh Syeikh Abdullah Ba’lawi Haddad.

11)Thariqat Ghazaliah didirikan oleh Syeikh Hujjatul Islam Abu Hamid Ath-Thausi Al-Ghazali (Imam Ghazali).

12)Dan lain-lain, yang jumlahnya lebih dari empat puluh thariqat yang ada didunia ini dan diakui oleh ulama-ulama Sufi (Ulama Thariqat).

Thariqat yang paling banyak penganutnya di Indonesia adalah Thariqat Qadiriah dan Thariqat Naqsyabandiah, atau Thariqat Qadiriah Naqsyabandi ( Syeikh Ahmad Khatib Abdul Ghafar as-Sambasi al-Jawi ).

Sedangkan inti dari ajaran thariqat adalah “dzikrullah” yang kaifiat atau cara-caranya diatur oleh masing-masing Mursyid dari thariqat tersebut.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebuah gerakan thariqat dipimpin oleh seorang pemimpin yang sering disebut sebagai Mursyid atau Syeikh. Tidak sembarang orang bisa menjadi pemimpin gerakan thariqat, karena sebuah thariqat adalah sebuah jalan menuju pendekatan kepada Allah yaitu jalan yang mulia dan tidak main-main. Bila diibaratkan seorang pemimpin thariqat sebagai seorang supir, maka dia sesungguhnya tidak hanya bertanggung jawab untuk menyelamatkan para penumpangnya dari kecelakaan dijalan raya saja, tetapi lebih berat dari itu adalah menyelamatkan para pengikutnya dari kesesatan jalan yang akan membuat sengsara kelak dikemudian hari.

Bagi seseorang yang ingin masuk dalam anggota kelompok thariqat, langkah awal yang harus ditempuh adalah mengikat dan mengikrarkan sebuah janji setia kepada Mursyidnya, janji itu disebut dengan Bai’at/Pengukuhan. Dalam kesempatan itulah sang mursyid menyampaikan amalan-amalan atau dzikir-dzikir yang menjadi pedoman bagi murid untuk berjalan menuju Allah SWT.

Secara khusus, aliran-aliran thariqat, sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yang intinya adalah sebagai berikut :

1. Dengan mengamalkan thariqat berarti mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan diisi dengan sifat-sifat terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerti dalam berbagai seginya.

2. Selalu dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah, Zat Yang Maha Besar dan Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan wirid dan dzikir dibarengi dengan tafakkur yang secara terus menerus dikerjakan.

3. Dari sini timbul perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula dalam diri seseorang itu suatu usaha untuk

menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa dengan Allah.

4. Jika semua itu dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada Allah, maka tidak mustahil akan dapat dicapai suatu tingkat alam ma’rifat, sehingga dapat pula diketahui segala rahasia dibalik tabir Cahaya Allah dan Rasul-Nya secara terang benderang.

5. Akhirnya dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini

RUKUN, AJARAN, PRINSIP DAN HASIL THARIQAT

Didalam kitab yang berjudul ‘Awaarif al-Ma’aarif karya Syeikh Syihabuddin Umar Suhrawardi dijelaskan bahwa thariqat mempunyai berbagai rukun, ajaran, prinsip dan hasil, diantaranya :

1) Rukun-rukun thariqat adalah : Tobat, Kepasrahan (taslim), Kesetiaan pada thariqat (diyaanat), Kerendahan hati dan Ketundukan jasmani (khusyu’ wa khudhu’), Keridhoan (ridho), Kemenyendirian (khalwat).

2) Ajaran-ajaran thariqat adalah : Ilmu (‘ilm), Keder mawanan (sakhaawat), Kedekatan kepada Allah (qurb), Agama (addiin), Meditasi atau renungan (tafakkur), Ketawakalan kepada Allah (tawakkal),.

3) Prinsip-prinsip thariqat adalah : Kebajikan (ihsan), Mengingat Allah (dzikr), Meninggalkan kemaksiatan (tark ma’ashi), Meninggalkan dunia (tark dun-ya), Takut kepada Allah (khaufullah), Cinta kepada Allah (hubbullah).

4) Hasil–hasil thariqat adalah : Pengetahuan Ilahi (ma’rifah), Kelembutan hati (hilm), Kesabaran (shabr), Ketaatan (tha’ah), Tata krama (adab), Ketulusan (shauq).



Sumber: nur almukmin