Rabu, 20 Juni 2012

MEMIMPIN ORGANISASI BELAJAR


Abstract
Within the rapid change and advancement of science, technology, and environment, it is hard for a traditional organization to survive and develop without transforming itself to be a learning organization. This article reviews theoretically what a learning organization is, how an organization learns, and the leader’s role in a learning organization. It is strongly believed that the old paradigm of leadership based on the classic theories has to be replaced with the new paradigm based on the learning organization principles.   

PENDAHULUAN
    Sunguhpun terdapat berbagai rumusan tentang pengertian organisasi, secara umum organisasi diartikan sebagai wadah tempat dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi biasanya didirikan agar upaya mencapai tujuan dapat dilakukan lebih efisien dan lebih efektif. Prinsip efisiensi dan efektivitas sangat penting dalam organisasi dan pada umumnya seseorang masuk atau menjadi anggota organisasi agar tujuan pribadi atau kelompoknya dapat tercapai lebih efisien dan efektif.
     Organisasi dapat dibedakan berdasarkan tujuannya dan tujuan itu mengandung nilai spesifik yang menjadi ciri khas organisasi itu dan membedakannya dengan organisasi lain. Organiasi komersial atau profit making organization berbeda dengan organisasi sosial atau non-profit making organization, karena tujuan serta nilai yang dianut dan diterapkan kedua jenis organisasi itu berbeda dan perbedaan nilai itu pula membuat prilaku masing-masing organisasi itu berbeda pula. Dalam membuat keputusan, organisasi komersial akan menjadikan keuntungan dan kerugian secara finansial/material sebagai kriteria penentu, sedangkan organisasi sosial akan menjadikan keuntungan dan kerugian aspek-aspek sosial sebagai acuan utama. Kedua jenis organisasi itu mengutamakan efisiensi dan efektifitas dengan menggunakan prinsip meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan, tetapi masing-masing organisasi itu menggunakan nilai dan standar ukuran yang berbeda.
    Organisasi sering dianalogkan dengan organisme atau mahluk hidup yang lahir, tumbuh, berkembang, dan pada saatnya akan mati pula. Analog itu terlihat misalnya, ketika Simon (1997: 305 ) mengatakan bahwa tidak ada suatu resep pun yang dapat dipergunakan untuk semua organisasi yang sakit karena penyakit organisasi beraneka ragam. Demikian juga Marquardt (1996:219-220) menjelaskan transformasi organisasi seperti ulat yang mengalami perubahan bentuk melalui proses metamorfosis. Penggunaan istilah prilaku organisasi (organizational behavior) dalam teori organisasi menunjukkan, organisasi itu dianggap sebagai suatu mahluk hidup, bergerak, dan bertindak secara terpola.
    Agar dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif serta dapat bertahan, tumbuh, dan berkembang maka sebagai mahluk hidup, organisasi perlu membenahi dirinya melalui belajar. Betapapun kuat dan besarnya, sebuah organisasi tidak akan mampu bertahan dan berkembang, serta akan punah apabila tidak melakukan penyesuaian diri selaras dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, teknologi, serta lingkungan. Kematian organisasi yang demikian tidak ubahnya seperti kepunahan dinosaurus, binatang raksasa purba, yang tidak mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan dan perkembangan lingkungannya (Marquardt, 1996:1). Agar dapat bertahan, berkembang, dan mampu berkompetisi dan berkolaborasi dengan organisasi lain, organisasi perlu belajar.
     Dengan membanding-bandingkan bagaimana belajar didefinisikan oleh berbagai ahli psikologi dan ahli pendidikan (Glenn E. Snelbecker,1974: 12-15),  pada hakikatnya belajar dapat diartikan sebagai upaya manusia yang secara sadar, berencana, dan sistematis untuk mengubah prilaku ke arah yang lebih baik dan bersifat relatif menetap. Merujuk pada istilah metanoia dalam bahasa Junani, Senge ( dalam Fullan,  2007 ) menyatakan bahwa hasil belajar itu diharapkan dapat menghasilkan perubahan yang mendasar pada diri seseorang dan terlihat pada prilaku. Hasil belajar itu dipergunakan untuk mengatasi masalah dan mengembangkan kualitas hidup sehingga lebih baik, di dunia maupun di akhirat. Hakikat belajar yang demikian juga berlaku untuk organisasi. Melalui proses belajar, organisasi diharapkan melakukan perubahan prilakunya secara sadar serta nyata menjadi lebih berkualitas mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan dan pengawasan sehingga mampu meningkatkan kualitas kinerja serta memungkinkannya bertahan dan berkembang sesuai dengan tuntutan lingkungan dan zamannya.
      Di dalam organisasi terdapat sejumlah orang yang fungsi, tugas, serta tanggung jawabnya diatur sesuai dengan pembagian wewenang (devision of authority) yang ditetapkan oleh organisasi. Pembagian wewenang dapat terlihat pada struktur organisasi dan uraian tugas dan fungsi masing-masing unit dalam organisasi. Setiap unit atau anggota organisasi berprilaku atau berimprovisasi dalam wilayah wewenang (discretion of authority) yang ditetapkan oleh organisasi itu. Sekecil apapun serta bagaimanapun bentuknya, setiap organisasi melakukan pembagian wewenang untuk menghindari tumpang tindih dan konflik dalam organisasi. Keluarga baru yang terdiri atas atas dua orang, suami dan istri,  merupakan sebuah organisasi yang sangat kecil. Namun, dalam organisasi yang demikian pun terjadi pembagian wewenang antara suami dan istri. Wewenang itu lah yang antara lain membedakan kedudukan antara suami dan istri.
Pembagian wewenang membedakan antara pemimpin  dan anggota organisasi. Pemimpin memegang peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan organisasi. Pemimpin, menurut Thomas E. Cronin yang dikutip oleh Nanus dan Dobbs ( 1999: 7), adalah orang yang memahami apa yang diperlukan, apa yang benar dan bagaimana memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan dilihat dari fungsi dan hubungannya dengan orang lain, menurut Howard Gardner yang juga dikutip oleh Nanus dan. Dobbs ( 1999: 7), pemimpin adalah individu yang secara signifikan mempengaruhi pikiran, prilaku dan/atau perasaan orang lain. Dengan demikian, dapat juga dimaknai bahwa pemimpin menempati kedudukan startegis dan memegang peranan menentukan dalam organisasi belajar. Lebih jauh lagi, prilaku dan kinerja pemimpin menentukan kehidupan dan nasib organisasi.

MASALAH         
      Dalam berbagai konteks, organisasi sering dipersonifikasi termasuk dalam penyebutan organisasi belajar. Akan tetapi dalam kenyataannya, penyebutan itu lebih banyak berkaitan dengan semua anggota organisasi, sungguhpun dalam kenyataannya  diakui bahwa pemimpin memegang peranan yang menentukan dalam keberhasilan organisasi belajar. Dengan demikian, agar organisasi tidak hanya dapat bertahan, tetapi berkembang dan mampu bersaing, apakah perlu juga dilakukan perubahan dalam kepemimpinan? Bagaimana kedudukan pemimpin dalam organisasi belajar? Bagaimana cara memimpin organisasi belajar? Pola dan tipe kepemimpinan yang bagaimana yang sesuai dalam membuat organisasi belajar? Tulisan ini mencoba mengkaji dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

PEMBAHASAN
      Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, perlu ditelaah lebih lanjut tentang hakikat organisasi belajar itu sendiri, kepemimpinan serta pola dan tipe kepemimpian .

Organisasi Belajar

Hakikat organisasi belajar
     Perlunya organisasi belajar sudah disadari sejak tahun delapan puluhan, akan tetapi baru pada tahun sembilanpuluhan, istilah organisasi belajar (learning organization) dipopulerkan oleh Senge dalam bukunya The Fifth Disciplin.  Menurut Senge (1990:3), organisasi belajar adalah “… organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nutured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together.” Pendapat Senge itu menunjukkan bahwa organisasi merupakan tempat orang secara terus menerus memperluas kemampuan untuk mewujudkan apa yang sesungguhnya mereka inginkan, tempat pola-pola berpikir yang baru dan ekspansif dikembangkan, tempat mencurahkan secara bebas  aspirasi kolektif, dan tempat orang secara terus menerus belajar melihat keseluruhan secara bersama-sama. Tidak jauh berbeda dari yang dikemukakan Senge,  Marquardt ( 1996:229) mendefinisikan  organisasi belajar adalah ”… an organization which learns powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success.”  Dalam pengertian ini organisasi belajar merupakan organisasi  yang belajar secara bersama-sama dengan sekuat tenaga dan terus menerus mentransformasikan diri untuk mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan  pengetahuan dengan lebih baik untuk keberhasilan organisasi. Organisasi memberdayakan orang  di dalam dan di luar organisasi untuk belajar ketika mereka bekerja dan  memanfaatkan teknologi untuk memaksimalkan belajar dan berproduksi.
     Sunguhpun pengertian organisasi belajar dirumuskan secara berbeda oleh Senge dan Marquard, kedua pengertian itu mempunyai asumsi yang sama bahwa setiap individu memiliki kemampuan atau potensi yang tersimpan pada dirinya yang dapat dan perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua-duanya juga mengandung makna bahwa semua orang dalam organisasi secara individu dan/atau dalam kelompok (kolektif) dapat dan perlu melakukan kegiatan belajar secara bebas dan terus menerus untuk meningkatkan kinerja organisasi. Masing-masing individu atas dasar dorongan dari dirinya sendiri (motivasi internal) atau dorongan dari lingkungannya dalam organisasi  (motivasi eksternal) berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat berprestasi lebih baik. Upaya belajar yang demikian juga dilakukan secara kelompok dalam organisasi. Hasil belajar secara individu dan kelompok yang dilakukan secara terencana dan terus menerus itu akan meningkatkan kinerja individu dan kelompok serta pada gilirannya akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Salah satu ciri khas organisasi belajar ialah bahwa kegiatan belajar itu dilakukan atas dasar kesadaran individu dan kelompok untuk meningkatkan kualitas kinerja organisasi..
     Organisasi belajar juga menerapkan prinsip belajar seumur hayat (lifelong learning) yang berarti organisasi itu tidak pernah berhenti belajar. Proses belajar akan berhenti kalau organisasi itu telah dibubarkan oleh karena tujuannya telah tercapai sehingga tidak diperlukan lagi atau bubar dengan sendirinya karena tidak mampu bertahan hidup. Dengan perkataan lain, dapat juga diartikan  bahwa dinamika kehidupan organisasi ditentukan oleh proses dan kualitas belajar organisasi itu. Organisasi yang rajin dan tekun belajar serta menerapkan perolehan belajarnya untuk mengubah dan meningkatkan kualitas prilakunya, akan mampu mengembangkan dirinya dalam usia yang panjang. Sebaliknya, organisasi yang enggan atau malas belajar tidak akan mampu berkiprah secara dinamis sehingga tidak mampu bertahan dan bersaing. Organisasi yang demikian cenderung tidak akan bertahan lama serta mungkin sudah bubar dalam usia dini.
       Organisasi belajar melakukan perubahan prilaku menjadi lebih baik tidak semata-mata sebagai reaksi terhadap rangsangan dari luar, tetapi juga merupakan usaha proaktif atas dasar kesadaran dari dalam sebagai hasil belajar yang dilakukan secara terus menerus. Usaha proaktif dan dilakukan secara sistematis inilah yang membedakan perubahan yang dilakukan oleh oganisasi belajar sebagai hasil belajar organisasi. Senge (2000) dan juga dalam Fullan (2007: 13) menyebutkan bahwa survival learning atau adaptive learning memang dilakukan organisasi sebagai reaksi terhadap masalah-masalah yang dihadapi sehingga  dapat bertahan hidup. Akan tetapi dalam learning organization itu saja tidak cukup,  diperlukan juga generative kearning, belajar secara proaktif dan kreatif mengembangkan kemampuan/potensi yang dimiliki untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dengan mengantisipasi keadaan dan tantangan di masa yang akan datang sehingga organisasi itu tidak hanya mampu bertahan hidup tetapi juga dapat terus berkembang.
Perubahan dalam organisasi juga dilakukan melalui pengembangan organisasi agar organisasi itu dapat bertahan hidup.Bahkan perubahan dengan cara ini sudah lama dilakukan. Membedakan perubahan yang dilakukan melalui pengembangan organisasi dengan yang dilakukan melalui organisasi belajar,  Miarso (2004:189) menjelaskan  bahwa perubahan yang dilakukan melalui pengembangan organisasi adalah sebagai reaksi atas rangsangan atau pengaruh dari luar. Perubahan yang dilakukan pada umumnya berkaitan dengan struktur organisasi, uraian tugas (job description),  dan fasilitas serta lingkungan  kerja dan kurang terkait dengan individu-individu dalam organisasi. Perubahan yang semata-mata atas dasar pengaruh dari luar ini, biasanya membuat organisasi hanya bertahan hidup dan lamban berkembang, sehingga tidak mampu bersaing dan lambat laun akan bubar.
     Linda Morris, sebagaimana dikutip oleh Marquardt dan Reynolds (1994:21), mengamati bahwa dalam organisasi belajar terlihat (1) perkembangan dan belajar sesorang dikaitkan dengan perkembangan dan belajar organisasi secara khusus dan terstruktur; (2) berfokus pada kreativitas dan adaptability; (3) semua regu merupakan bagian dari proses belajar dan bekerja; (4) jaringan kerja sangat penting dalam belajar dan menyelesaikan pekerjaan; (5) berpikir sistem adalah fundamental; (6) memiliki visi yang jelas di mana mereka berada dan ke mana tujuan mereka; dan (7) secara terus menerus melakukan transformasi dan berkembang.      Marquardt (1996: 19), mengidentifikasi ciri organisasi belajar lebih lengkap dari pada yang dikemukakan Linda Moris, yakni: (1) belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan  organisasi seakan-akan mempunyai satu otak; (2) semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang; (3) belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja; (4) berfokus pada kreativitas dan generative learning; (4) menganggap berpikir system adalah sangat penting, (5) dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan keberhasilan organisasi; (6) iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar; (6) orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi; (7) perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar; (8) mudah bergerak cepat dan  fleksibel; (9) Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; (10) kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi; (11) memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan (12) memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.
     Ciri organisasi belajar seperti yang dikemuka Linda Moris dan Marquard menunjukkan, organisasi memiliki lingkungan, iklim, serta budaya  yang tidak hanya mendorong orang dalam organisasi itu belajar secara perorangan dan bersama-sama, tetapi juga mempercepat proses belajar itu sendiri untuk meningkatkan kinerja organisasi. Belajar dan saling membelajarkan menjadi kebutuhan individu dan kelompok serta bukan menjadi beban karena mereka merasakan kepuasan sendiri dalam menikmati hasil belajar berupa pengetahuan  atau keterampilan baru  dan keberhasilan kerja mereka. Masing-masing orang menemukan kegembiraan, kebanggaan, dan tantangan dalam bekerja. Perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagai hasil belajar membuat iklim organisasi semakin bergairah. Organisasi  dapat dianggap sebagai sekelompok pekerja yang diberdayakan dan menghasilkan pengetahuan, produk, dan jasa baru.

Mengapa Organisasi Perlu Belajar?
   Ungkapan yang yang mengatakan, tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini kecuali perubahan, menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi dan manusia mengalaminya sejak berada di dunia ini.  Dewasa ini manusia hidup dalam era perubahan yang sedemikian cepat. Perubahan itu mencakup hampir di semua bidang kehidupan manusia, baik disebabkan oleh manusia itu sendiri maupun oleh lingkungannya. Perubahan itu kadang-kadang terjadi begitu cepat khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mudah secara akurat melakukan prediksi keadaan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Semakin jauh ke depan prediksi yang dilakukan, semakin sarat dengan ketidakpastian dengan berbagai kemungkinan.
      Menurut Marquardt ( 1996: 3-4), dalam tahun-tahun terakhir abad ke 20 telah terjadi perubahan yang sangat berarti dalam (a) lingkungan ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan, (b) lingkungan tempat bekerja, (c) pelanggan, dan (d) pekerja. Perubahan itu dipicu oleh globalisasi, persaingan ekonomi dan pemasaran, tekanan lingkungan dan ekologi, ilmu pengetahuan, dan tuntutan kuat masyarakat. Drastis dan besarnya perubahan di keempat bidang itu mengakibatkan organisasi tidak dapat mengatasi masalah-masalah dengan mengandalkan cara-cara konvensional. Pengelolaan organisasi tidak dapat lagi dilakukan dengan menerapkan pengetahuan, strategi, kepemimpinan dan teknologi masa lalu. Kalau ingin tetap bertahan dan berkembang dalam lingkungan  yang sarat dengan perubahan, organisasi perlu meningkatkan kemampuan belajarnya.
     Perubahan-perubahan yang terus menerus terjadi juga mendorong perubahan cara berpikir manusia menanggapi dunia atau apa yang disebut Lincoln (1985: 29) dengan istilah paradigma atau Weltanschauung. Sebagai contoh Reigeluth (1994:5) memberikan contoh perubahan sarana transportasi, keluarga, perusahaan, dan pendidikan dari era pertanian, ke era industri, sampai ke era informasi. Akibat perubahan lingkungan di tempat bekerja,  Regeluth (1985:8) menggambarkan terjadi perubahan di bidang pendidikan dari era industri ke era informasi, sebagai berikut:

Perubahan Sistem Pendidikan dari Era Industri ke Era Informasi 
Akibat Perubahan di Lingkungan Kerja

Sumber: Prof. Dr.Bintang Setepu